1.
Pengertian
Pengendalian Sosial
Pengendalian
sosial adalah suatu mekanisme untuk mencegah penyimpangan sosial
serta mengajak dan mengarahkan masyarakat untuk berperilaku dan bersikap sesuai
norma dan nilai yang berlaku. Dengan adanya pengendalian sosial yang baik
diharapkan mampu meluruskan anggota masyarakat yang berperilaku
menyimpang/membangkang.
·
Menurut Berger
Pengendalian sosial
adalah cara yang digunakan untuk menertibkan anggota masyarakat yang
membangkan.
·
Menurut Roucek
Pengendalian sosial
adalah proses terencana maupun tidak tempat individu diajarkan, dibujuk,
ataupun dipaksa untuk menyesuaikan diri pada kebiasaan dan nilai hidup
kelompok.
·
Menurut Bruce
J. Cohen
Pengendalian
sosial adalah cara-cara atau metode yang digunakan untuk mendorong seseorang
agar berperilaku selaras dengan kehendak kelompok atau masyarakat luas
tertentu.
·
Menurut Horton
Pengendalian
sosial adalah segenap cara dan proses yang ditempuh oleh sekelompok orang atau
masyarakat, sehingga para anggotanya dapat bertindak sesuai harapan kelompok
atau masyarakat.
·
Menurut Soetandyo
Wignyo Subroto
Pengendalian
sosial adalah sanksi, yaitu suatu bentuk penderitaan yang secara sengaja
diberikan oleh masyarakat.
Dari
beberapa definisi di atas dapat disimpulkan bahwa Pengendalian Sosial adalah proses yang digunakan oleh seseorang
atau kelompok untuk memengaruhi, mengajak, bahkan memaksa individu atau
masyarakat agar berperilaku sesuai dengan norma dan nilai-nilai yang berlaku di
masyarakat, sehingga tercipta ketertiban di masyarakat.
Tujuan pengendalian
sosial :
a. Agar
masyarakat mematuhi norma-norma sosial yang berlaku, baik dengan kesadaran
sendiri maupun karena paksaan.
b. Agar
dapat mewujudkan keserasian dan ketentraman dalam masyarakat.
c. Bagi
orang yang melakukan penyimpangan diusahakan agar kembali mematuhi norma-norma
yang berlaku.
Fungsi
pengendalian sosial
:
a. Mempertebal
keyakinan masyarakat terhadap norma sosial.
b. Memberikan
imbalan kepada warga yang menaati norma.
c. Mengembangkan
rasa takut untuk tidak melakukan perbuatan yang dinilai mengandung resiko.
d. Menciptakan
sistem hukum (aturan yang disusun secara resmi dan disertai aturan tentang
ganjaran atau sanksi).
Pengendalian
sosial memiliki empat pola, yaitu pengendalian kelompok terhadap kelompok,
pengendalian kelompok terhadap anggota-anggotanya, dan pengendalian individu
terhadap individu lainnya dan pengendalian individu terhadap kelompok.
a.
Pengendalian kelompok terhadap kelompok
Pengendalian
ini terjadi apabila suatu kelompok mengawasi perilaku kelompok lain, misalnya
polisi mengawasi masyarakat.
b.
Pengendalian kelompok terhadap anggota-anggotanya
Pengendalian
ini terjadi apabila suatu kelompok menentukan perilaku anggota-anggotanya,
misalnya suatu perusahaan yang mencatat seorang karyawannya yang telah berbuat
kriminal menggelapkan uang perusahaan.
c.
Pengendalian individu terhadap kelompok
Misalnya
seorang guru yang mengawasi siswa saat ujian berlangsung.
d.
Pengendalian individu terhadap individu
lainnya
Pengendalian
ini terjadi apaibla individu melakukan pengawasan terhadap individu lain,
misalnya ibu mengawasi anaknya.
2. Jenis-Jenis Pengendalian Sosial
Pengendalian sosial dibagi berdasarkan sifat dan pelaksanaannya.
Pengendalian sosial berdasarkan pelaksanaannya dibagi menjadi
pengendalian sosial formal dan pengendalian nonformal.
a.
Pengendalian
Sosial Formal
Pengendalian sosial formal dijalankan melalui lembaga-lembaga formal
yang ada di masyarakat. Jenis-jenis lembaga tersebut sebagai berikut :
1) Lembaga
kepolisian
Lembaga kepolisian adalah salah satu lembaga formal yang dibentuk dalam
rangka mengawasi semua bentuk menyimpangan pada hokum yang berlaku. Polisi
merupakan persnik keamanan dan ketertiban masyarakat yang bertugas menjadi
pelindung terhadap ketertiban masyarakat, menangkap pelaku-pelaku pelanggar hukum, serta melakukan tindak lanjut terhadap
penyelesaian suatu pelanggaran hukum untuk disampaikan ke pihak kejaksaan. Akan tetapi,
akhir-akhir ini sering terlihat beberapa oknum aparat penegak hukum yang telah melakukan penyimpangan terhadap
tugasnya. Jika ini terjadi maka akan mengakibatkan rusaknya sistem dalam upaya pengendalian sosial itu sendiri.
2) Lembaga
kejaksaan
Lembaga kejaksaan adalah lembaga formal yang bertugas
sebagai penuntut umum, yaitu
pihak yang mengajukan tuntutan terhadap mereka yang melakukan pelanggaran hukum berdasarkan tertib hukum yang berlaku. Pekerjaan lembaga kejaksaan pada
dasarnya merupakan tindak lanjut dari lembaga kepolisian yang menangkap dan
menyidik pelaku-pelaku pelanggaran untuk dituntut bentuk pelanggarannya dalam
rangka menciptakan keadilan masyarakat.
3)
Lembaga pengadilan
Lembaga pengadilan pada hakikatnya juga merupakan lembaga pengendalian
sosial formal yang bertugas untuk memeriksa kembali hasil
penyidikan dari kepolisian serta menindaklanjuti tuntutan dari kejaksaaan
terhadap suatu kasus pelanggaran. Lembaga pengadilan sesungguhnya merupakan
lembaga pengayoman sekaligus lembaga untuk memperoleh rasa keadilan dalam
masyarakat. Oleh karena itu, lembaga pengadilan akan mempersidangkan setiap
kasus pelanggaran terhadap norma-norma hukum, baik perdata maupun pidana sesuai hukum acara masing-masing.
Bentuk-bentuk sanksi yang dijatuhkan dari lembaga pengadilan dapat
berupa denda, hukuman kurungan, hukuman sementara, hukuman seumur hidup dan
hukuman mati. Semua itu ditetapkan berdasarkan penelitian dalam persidangan
secara komprehensif menurut kadar kesalahan yang dilakukan oleh pelanggar.
4)
Lembaga adat
Pada masyarakat tradisional, bentuk-bentuk pelanggaran terhadap
norma-norma adat masih banyak dilakukan oleh warga masyarakat. Oleh sebab itu
penanganannya menjadi kewenangan dari lembaga-lembaga dat masyarakat itu
sendiri. Misalnya, pelanggaran terhadap adat perkawinan, adat kekerabatan, adat
pembagian warisan, adat-adat ritual, serta tradisi khusus yang dipertahankan
oleh masing-masing anggota masyarakat.
Pada masyarakat tradisional, lembaga adat ini merupakan lembaga
pengendalian sosial yang vital dalam mempengaruhi dan mengatur tata
kelakuan warga masyarakat sehari-hari. Lembaga adat terdiri dari tokoh-tokoh
adat, orang-orang tua serta pemuka masyarakat. Pemimpin-pemimpin adat merupakan
pemimpin nonformal, yang artinya keberadaan mereka bukanlah berdasarkan
otoritas yang diberikan oleh penguasa Negara, melainkan otoritasnya diberikan
langsung oleh masyarakat yang dipimpinnya melalui kriteria tertentu yang telah
ditetapkan.
b.
Pengendalian Sosial Nonformal
Pengendalian sosial dapat juga dilakukan oleh para pemuka msyarakat
yang mempunyai pengaruh untuk mengatur berbgai kegiatan masyarakat. Tokoh-tokoh
masyarakat ini, merupakan panutan sekaligus pengendali yang dipatuhi oleh warga
msyarakat yang lain. Dengan demikian, sistem ketertiban yang ada di dalam masyarakat tersebut
sangat ditentukan oleh peranan tokoh masyarakat. Pengendalian yang demikian ini termasuk dalam pengendalian
nonformal yang dilakukan oleh tokoh masyarakat ataupun warga masyarakat yang
lainnya.
Meskipun pengendalian sosial telah dilakukan dengan berbagai cara namun, masih
terjdi pelanggaran-pelanggaranterhadap norma, aturan maupun tata nilai yang
berlaku dalam masyarakat. Menurut Bruce J.Cohen (1983) hal itu bisa terjadi
disebabkan oleh beberapa faktor berikut :
1)
Adanya
perubahan norma dari satu periode waktu ke periode waktu yang lain. Misalnya,
sopan santun berpakaian akan mengikuti jaman, serta anggota-anggota kelompok
minoritas telah diizinkan mengikuti berbagai kegiatan yang dulu dilarang
sehingga system pengendalian social tidak dapat diterapkan seterusnya.
2)
Tidak
ada norma atau aturan yang bersifat
mutlak yang bisa digunakan untuk menentukan benar tidaknya kelakuan seseorang.
Orang-orang dalam masyarakat yang berbeda akan mematuhi norma yang berbeda
pula.
3) Individu
yang tidak mematuhi norma sosial disebabkan karena mereka mengamati orang-orang
lain yang tidak mematuhi atau karena mereka tidak pernah dididik untuk
mematuhinya.
4) Adanya
individu-individu yang belum mendalami norma-norma sosial dan belum menyadari kenapa norma-norma itu harus
dipatuhi. Hal itu disebabkan karena sosialisasi yang belum sempurna dalam
dirinya.
5)
Adanya
individu-individu yang kurang yakin akan kebenaran atua kebaikan suatu norma sosial atau dihadapkan dengan situasi dimana terdapat
norma yang tidak sesuai.
6) Terjadi
konflik peran dalam diri seorang individu karena ia menjalankan beberapa peran
yang menghendaki cara perilaku yang berbeda. Misalnya, seorang penegak hukum
yang anggota keluarnya melakukan tindak pidana.
Meskipun demikian pengendalian sosial tetap berlanjut karena setiap warga masyarakat
tentu ingin ketenangan dan ketentraman. Oleh karena itu, sebagai individu dan
anggota masyarkat kita harus berusaha meminimalkan perilaku yang menyimpang.
Belum dijumpai suatu masyarakat yang semua anggotanya patuh terhadap norma yang
berlaku. Ada saja para anggotanya yang melanggar peraturan atau tidak berhasil
menyerap norma-norma baik karena masih bingung terhadap peraturan yang harus
dipatuhi maupun masih sering terjadi konflik karena perbdaan kepentingan serta
ada seperangkat peraturan yang tidak dapat diterapkan pada situasi tertentu.
Untuk mencapai hasil yang maksimal maka langkah-langkah pengendalian sosial dapat dilakukan.
3.
Sifat-Sifat
Pengendalian Sosial
Pengendalian
sosial dapat bersifat preventif, represif, gabungan, persuasif serta koersif.
a.
Pengendalian
Sosial Preventif
Pengendalian dilakukan
sebelum terjadi pelanggaran. Tujuannya untuk mencegah terjadinya perilaku
menyimpang. Contohnya, pemberian nasihat kepada anak untuk tidak ngebut di
jalan raya supaya tidak terjadi kecelakaan.
b.
Pengendalian
Sosial Represif
Pengendalian dilakukan
apabila telah terjadi pelanggaran dan supaya keadaan pulih seperti sediakala.
Contohnya, seseorang lalai untuk membayar hutang, kemudia diadukan ke
pengadilan. Selanjutnya, pengadilan menjatuhkan hukuman supaya ia membayar
kembali hutang tersebut disertai dengan dendanya.
c.
Pengendalian
Sosial Gabungan
Gabungan pengendalian
preventif dan represif. Tujuannya untuk mencegah terjadinya penyimpangan
(preventif) sekaligus memulihkan kembali keadaan semula jika sudah terjadi
penyimpangan (represif) sehingga suatu perilaku yang menyimpang tidak sempat
merugikan pelaku yang bersangkutan ataupun orang lain. Contohnya, di
jalan-jalan umum telah dipasang rambu-rambu lalu lintas untuk mengatur
ketertiban dan menjaga keselamatan pengguna jalan (preventif), namun tetap saja
ada yang tidak mematuhi sehingga sering diambil tindakan, baik denda maupun
sanksi hukum agar ketertiban dan keamanan di jalan tetap terkendali.
d.
Pengendalian
Sosial Persuasif
Pengendalian dilakukan
melalui pendekatan dan sosialisasi agar masyarakat mematuhi norma-norma yang
ada. Pengendalian ini dilakukan tanpa kekerasan.
e.
Pengendalian
Sosial Koersif
Pengendalian sosial bersifat
kuratif adalah pengendalian
sosial yang dilakukan pada saat terjadi penyimpangan
sosial. Contoh: Seorang guru menegur dan menasihati siswanya karena
ketahuan menyontek pada saat ulangan. Pengendalian ini bersifat memaksa agar anggota masyarakat berperilaku sesuai dengan norma-norma yang ada dalam masyarakat. Jika di suatu masyarakat banyak terdapat pelanggaran, maka tindakan represif dan koersif dapat diterapkan demi tercapainya ketertiban sosial.
sosial yang dilakukan pada saat terjadi penyimpangan
sosial. Contoh: Seorang guru menegur dan menasihati siswanya karena
ketahuan menyontek pada saat ulangan. Pengendalian ini bersifat memaksa agar anggota masyarakat berperilaku sesuai dengan norma-norma yang ada dalam masyarakat. Jika di suatu masyarakat banyak terdapat pelanggaran, maka tindakan represif dan koersif dapat diterapkan demi tercapainya ketertiban sosial.
Sumber : Sosiologi1, Yudhistira
0 komentar:
Posting Komentar